
Foto: AP News
Penulis: Fityan
TVRINews - DOHA, Qatar
Dalam jamuan kenegaraan di Doha, Trump berharap Qatar mampu mendorong Iran menempuh jalur diplomasi untuk hentikan ambisi nuklirnya.
Dalam lawatannya ke Timur Tengah, mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump secara terbuka meminta bantuan Qatar untuk menggunakan pengaruhnya terhadap Iran dalam upaya membujuk Teheran agar menghentikan pengembangan program nuklirnya yang semakin agresif.
Permintaan itu disampaikan Trump dalam jamuan kenegaraan yang digelar oleh Emir Qatar, Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani, di Doha, Rabu malam waktu setempat.
“Saya harap Anda bisa membantu saya dalam situasi Iran,” kata Trump dalam pidatonya. “Ini adalah situasi berbahaya, dan kami ingin melakukan hal yang benar.” Kutip The Associated Press News Trump, yang saat ini melakukan kunjungan tiga negara di kawasan Teluk, juga sebelumnya menyampaikan kepada para pemimpin Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) di Riyadh bahwa ia ingin mencapai kesepakatan baru dengan Iran. Namun, ia menegaskan bahwa Teheran harus menghentikan dukungan terhadap kelompok-kelompok militan proksi di Timur Tengah sebagai syarat utama.
Baca Juga: Kunjungan Albanes Ke Indonesia Upaya Perkuat kerja Sama Bilateral
Kesepakatan nuklir antara AS dan Iran sempat tercapai pada 2015 di era Presiden Barack Obama, namun dibatalkan oleh Trump saat menjabat. Kini, Iran memperkaya uranium hingga 60 persen, hanya selangkah teknis menuju tingkat senjata nuklir, dan memiliki cadangan cukup untuk membuat beberapa bom nuklir.
Emir Qatar, dalam wawancara dengan Fox News, menyatakan bahwa negaranya sepakat untuk menciptakan kawasan bebas nuklir. Namun, ia juga menyebut bahwa Iran berhak memiliki energi nuklir sipil selama tidak menimbulkan ancaman.
Persetujuan diplomatik dinilai sebagai jalan terbaik untuk meredakan ketegangan. Trump pun memperingatkan bahwa waktu semakin sempit untuk mencapai kesepakatan damai dan mendesak Iran agar “bergerak” sebelum situasi berubah menjadi konflik terbuka.
“Saya sudah sering melihat bagaimana konflik dimulai dan lepas kendali,” ujar Trump. “Kami tidak akan membiarkan itu terjadi.”
Trump juga menyoroti bahwa Iran harus menghentikan dukungannya terhadap kelompok Hamas di Gaza, Hizbullah di Lebanon, dan Houthi di Yaman jika ingin membuka peluang perjanjian baru. Ia bahkan menyebut bahwa momen ini adalah saat yang tepat untuk membebaskan kawasan dari dominasi Hizbullah, yang kini melemah setelah konflik bersenjata dengan Israel dan kejatuhan Presiden Suriah Bashar Assad.
Dalam lawatannya ke Riyadh, Trump juga bertemu Presiden Suriah Ahmad al-Sharaa tokoh yang dulunya merupakan pemimpin pemberontak dan pernah ditahan pasukan AS di Irak. Pertemuan itu berlangsung 33 menit dan disebut Trump sebagai pertemuan yang positif.
Trump bahkan menjanjikan pencabutan sanksi terhadap Suriah sebagai bagian dari komitmen baru terhadap stabilitas kawasan.
Di Qatar, sambutan terhadap Trump berlangsung meriah. Air Force One dikawal jet tempur F-15 milik Qatar saat mendekati Doha. Di Istana Amiri Diwan, Trump memuji arsitektur marmer istana dan unta yang ikut dalam upacara penyambutan.
“Saya tahu Anda adalah orang yang mencintai perdamaian,” kata Emir Al Thani kepada Trump. “Saya tahu Anda ingin membawa perdamaian bagi kawasan ini.”
Qatar sendiri, meskipun merupakan negara monarki absolut tanpa partai politik, selama ini menjadi mitra penting AS dan rumah bagi pangkalan udara Al-Udeid, markas komando utama militer AS di kawasan.
Namun kunjungan Trump juga dibayangi kontroversi menyusul tawaran Qatar untuk menghadiahkan pesawat jet mewah Boeing 747-8 kepada AS, yang berpotensi digunakan sebagai Air Force One. Meski menuai kritik, Trump membela ide itu dan menyatakan bahwa pesawat tersebut akan direnovasi dan dijadikan bagian dari perpustakaan presidensialnya setelah ia lengser.
Editor: Redaktur TVRINews
