
Foto : AP News
Penulis: Fityan
TVRInews – Paris, Prancis
Presiden Prancis umumkan lonjakan anggaran pertahanan terbesar sejak 1945, sebut kebebasan Eropa terancam dan serukan kekuatan untuk ditakuti.
Presiden Prancis Emmanuel Macron pada Senin (14/7) mengumumkan tambahan anggaran militer sebesar €6,5 miliar (setara Rp125 triliun) untuk dua tahun ke depan, dalam rangka menghadapi "ancaman baru yang belum pernah terjadi sebelumnya," mulai dari agresi Rusia, proliferasi nuklir, serangan teroris, hingga perang informasi digital.
Pernyataan ini disampaikan Macron dalam pidato kenegaraan jelang Hari Bastille, yang menandai titik balik dalam kebijakan pertahanan Prancis dan bahkan Eropa. "Sejak 1945, kebebasan tidak pernah begitu terancam dan begitu serius," tegas Macron. “Untuk bebas di dunia ini, kita harus ditakuti. Untuk ditakuti, kita harus kuat.” (Sumber: AFP, 14 Juli 2025)
Macron menyatakan target ambisius untuk meningkatkan anggaran pertahanan tahunan Prancis menjadi €64 miliar (sekitar Rp1.230 triliun) pada 2027, atau dua kali lipat dari anggaran saat ia mulai menjabat tahun 2017 yang hanya sebesar €32 miliar. Anggaran ini akan digunakan untuk memperkuat sistem pertahanan siber, modernisasi teknologi militer, pelatihan SDM, serta meningkatkan kesiapsiagaan nuklir Prancis.
Baca Juga: Strategi Baru RI: IEU-CEPA Jadi Senjata Baru Ekspor Indonesia
Nuklir, Rusia, dan Perang Informasi:
Dalam pidatonya, Macron memperingatkan bahwa Eropa tengah menghadapi kondisi yang rapuh, ditambah ketidakpastian dari Amerika Serikat dan meningkatnya perang propaganda di era digital. "Kita sedang mengalami kembalinya ancaman nuklir dan proliferasi konflik besar," ujar Macron.
Ia juga mengungkap bahwa Prancis dan Inggris baru-baru ini sepakat untuk memperkuat kerja sama pertahanan nuklir, sebuah langkah langka yang mencerminkan kedalaman krisis keamanan saat ini. Lebih lanjut, Macron memerintahkan para pejabat tinggi militer dan pertahanan untuk memulai dialog strategis dengan mitra Eropa mengenai peran kekuatan nuklir Prancis dalam melindungi benua.
Ancaman Rusia: Dari Satelit hingga Laut Dalam:
Kepala Staf Angkatan Bersenjata Prancis, Jenderal Thierry Burkhard, menyebut bahwa ancaman dari Rusia meluas jauh melampaui Ukraina. "Rusia tidak hanya menyerang secara fisik, tapi juga secara siber, mengganggu satelit, sabotase infrastruktur bawah laut, hingga kampanye disinformasi di Afrika dan Eropa," ujar Burkhard dalam pernyataannya pada Jumat (12/7).
Ia menambahkan bahwa kapal selam Rusia terdeteksi masuk ke Samudera Atlantik Utara dan Mediterania, sementara jet-jet tempurnya kerap berinteraksi agresif dengan pesawat NATO di berbagai zona konflik.
Perlombaan Teknologi Pertahanan dan Ancaman Kuantum:
Menteri Pertahanan Prancis, Sébastien Lecornu, dalam wawancara dengan La Tribune Dimanche, menyoroti urgensi pengembangan teknologi militer canggih. "Negara-negara besar dan para proliferator sedang secara diam-diam mengembangkan komputer kuantum yang bisa merevolusi medan perang," ungkapnya. "Pertanyaannya, apakah kita ingin tetap berada dalam permainan ini?"
Di tengah lonjakan utang nasional dan tekanan sosial domestik, langkah Macron menuai kritik dari partai-partai kiri yang menilai anggaran pertahanan ini mengorbankan program kesejahteraan rakyat. Namun, partai-partai kanan dan sayap kanan justru menyambut baik langkah ini sebagai "strategi realistis menghadapi dunia baru yang berbahaya."
Langkah Macron ini dilakukan di saat Presiden AS Joe Biden dan kepala NATO bersiap melakukan pembicaraan intensif di Washington, serta menjelang pengumuman penting dari Donald Trump terkait Ukraina dan Rusia pada Senin (14/7).
“Jika kita ingin tetap merdeka, kita harus menjadi kekuatan yang ditakuti. Dunia tidak lagi memberi ruang bagi negara yang lemah,” — Emmanuel Macron, Presiden Prancis (14 Juli 2025).
Editor: Redaktur TVRINews