Penulis: Fityan
TVRINews - Gaza, Palestina
Francesca Albanese, Minta Tindakan Nyata dan Mendesak Penghentian Kematian Massal di Gaza
Pelapor Khusus PBB untuk Wilayah Pendudukan Palestina, Francesca Albanese, menegaskan bahwa upaya sejumlah negara untuk mengakui negara Palestina tidak boleh mengalihkan fokus dari krisis kemanusiaan dan genosida yang terjadi di Jalur Gaza.
“Tentu saja penting untuk mengakui negara Palestina,” ujar Albanese dalam wawancaranya dengan The Guardian.
menanggapi rencana beberapa negara, termasuk Australia, Inggris, dan Prancis, untuk mengakui Palestina.
"Ini tidak konsisten bahwa mereka belum melakukannya."
Namun, Albanese menilai perdebatan panjang tentang status kenegaraan Palestina selama ini belum membuahkan hasil politik yang signifikan.
Sebaliknya, hal ini justru memberi kesempatan bagi Israel untuk terus memperluas pemukiman ilegal yang semakin mengikis kemungkinan berdirinya negara Palestina yang berdaulat.
“Wilayah itu secara harfiah telah ‘dimakan’ habis oleh kemajuan aneksasi dan kolonisasi,” tegasnya.
*Genosida di Gaza Harus Dihentikan Sekarang* .
Albanese memperingatkan bahwa dorongan baru untuk pengakuan negara Palestina tidak boleh "mengalihkan perhatian dari tempat seharusnya: genosida."
Menurutnya, tindakan nyata yang diperlukan saat ini adalah embargo penjualan senjata ke Israel, penghentian perjanjian perdagangan, serta akuntabilitas atas kejahatan perang yang dituduhkan kepada para pejabat tinggi Israel oleh Mahkamah Pidana Internasional (ICC).
Albanese juga mendesak agar Israel segera menarik diri sepenuhnya dari wilayah pendudukan sesuai tenggat waktu 17 September yang ditetapkan oleh Majelis Umum PBB.
“Mengakhiri masalah Palestina sejalan dengan hukum internasional adalah mungkin dan perlu: akhiri genosida hari ini, akhiri pendudukan permanen tahun ini, dan akhiri apartheid,” kata Albanese.
“Inilah yang akan menjamin kebebasan dan hak yang setara untuk semua orang.”
Sejak memulai tugasnya tiga tahun lalu, Francesca Albanese telah menjadi salah satu advokat paling vokal untuk hak-hak Palestina.
Laporannya yang menuduh Israel menjalankan "rezim apartheid" dan melakukan "tindakan genosida" seringkali mendahului kesimpulan dari kelompok hak asasi manusia internasional lainnya.
Bulan lalu, Albanese dijatuhi sanksi oleh pemerintahan Trump atas dukungannya terhadap Palestina, yang disebut oleh pejabat AS sebagai "promosi memalukan" terhadap tindakan ICC terhadap pejabat Israel.
Namun, Albanese tetap teguh pada posisinya, menekankan bahwa kritikannya bukan ditujukan pada Yahudi, melainkan pada kebijakan pemerintah Israel yang melanggar hukum internasional.
*Pergeseran Global dan Kekuatan di Tangan Rakyat*
Albanese melihat adanya "pergeseran mendalam" dalam pandangan global terhadap konflik ini.
Jutaan orang di seluruh dunia turun ke jalan menuntut diakhirinya genosida.
Namun, ia menyayangkan respons brutal dari sebagian pihak.
“Kita melihat jutaan orang turun ke jalan dan meminta diakhirinya genosida, dan mereka dipukuli, ditangkap, dan dituduh melakukan terorisme, sementara mereka yang dicari oleh ICC atas kejahatan perang diterima dan diizinkan terbang di atas wilayah Eropa dan barat,” ujar Albanese.
Dalam laporannya yang terbaru, Albanese juga menyoroti peran korporasi global yang disebutnya "mendapat keuntungan dari genosida."
“Pendudukan itu menguntungkan, begitu juga genosida, dan ini mengejutkan, tetapi harus diketahui agar bisa dilihat dan dihentikan,” katanya.
“Kekuatan tidak hanya ada pada perdana menteri atau pemerintah. Kekuatan ada pada kita, dan kita bisa mulai memilih melalui dompet kita.”
Terakhir, Albanese menegaskan bahwa meskipun menderita secara monumental, rakyat Palestina "sudah memenangkan pertempuran legitimasi."
“Semua orang tahu apa yang telah Israel lakukan pada mereka selama 77 tahun terakhir,” pungkas Albanese.
“Mereka sudah membuat sejarah dan bukan melalui kekerasan seperti yang coba digambarkan oleh sebagian orang, tetapi dengan ketekunan dan prinsip mereka serta kepercayaan pada sistem peradilan, yang belum menjadi sekutu mereka.”
Editor : Redaksi TVRINews
Editor: Redaksi TVRINews