
Foto: Bendera negara-negara anggota ASEAN (ANTARA/Shofi Ayudiana)
Penulis: Nirmala Hanifah
TVRINews, Jakarta
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN 2025 resmi dibuka hari ini, Senin, 26 Mei 2025, di Kuala Lumpur, Malaysia. Dimana, kegiatan tersebut terdapat dua agenda besar yang akan dibahas oleh para pemimpin Asia Tenggara seperi penyelesaian konflik berdarah di Myanmar dan respons kolektif terhadap kebijakan tarif tinggi dari Amerika Serikat.
Sebagai tuan rumah dan pemegang keketuaan ASEAN tahun ini, Malaysia menekankan perlunya pendekatan inklusif dalam merespons tantangan kawasan. Dengan tema “Inclusivity and Sustainability” diangkat untuk menggambarkan arah diplomasi yang ingin dibangun terbuka, adil, dan berkelanjutan bagi seluruh anggota, termasuk Myanmar yang kini berada di ujung tanduk legitimasi internasional.
Menteri Luar Negeri Malaysia, Mohamad Hasan, menyampaikan bahwa negaranya tengah mempersiapkan kunjungan langsung ke Myanmar bulan depan.
Ini merupakan bagian dari rangkaian inisiatif diplomatik yang bertujuan menjembatani perundingan antara junta militer dan kelompok oposisi.
“Kita tidak bisa berharap perdamaian tercapai hanya dengan satu kali dialog. Butuh proses yang terus-menerus untuk membangun rasa saling percaya,” ujar Hasan.
ASEAN juga tengah menggodok wacana pembentukan utusan khusus tetap untuk Myanmar, yang akan bertugas selama tiga tahun.
Langkah ini dinilai penting untuk mengatasi stagnasi dalam penyelesaian krisis dan memperkuat peran ASEAN sebagai mediator regional.
Di luar isu Myanmar, ASEAN kini juga berada dalam tekanan ekonomi baru yakni rencana Presiden AS Donald Trump untuk memberlakukan tarif impor hingga 49 persen terhadap produk dari enam negara anggota ASEAN mulai Juli mendatang.
Kebijakan ini memicu kekhawatiran akan gelombang proteksionisme baru yang dapat mengganggu stabilitas ekonomi kawasan.
Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. mendorong ASEAN untuk merumuskan posisi bersama menghadapi kebijakan tersebut.
“Kita semua menghadapi tantangan yang berbeda, namun perlu ada satu suara dalam merespons kebijakan ekonomi global yang semakin tidak dapat diprediksi,” ujar Marcos.
Mantan Menteri Luar Negeri Indonesia, Marty Natalegawa, turut angkat bicara. Dimana, ia menyarankan agar ASEAN segera menyusun prinsip negosiasi bersama yang dapat digunakan sebagai dasar dalam hubungan dagang bilateral dengan Amerika Serikat.
“Tanpa pendekatan kolektif, kawasan ini rentan terjebak dalam dinamika saling melemahkan,” tegasnya.
Selain itu, Isu Laut China Selatan juga kembali mencuat. Ketegangan antara Tiongkok dan beberapa negara ASEAN seperti Filipina, Vietnam, dan Malaysia terus meningkat, terutama menyangkut aktivitas kapal-kapal militer dan nelayan China di wilayah yang diklaim sebagai zona ekonomi eksklusif masing-masing negara.
Dengan berbagai isu krusial ini, KTT ASEAN 2025 menjadi ujian nyata bagi kemampuan kawasan dalam menjaga solidaritas, memelihara stabilitas, dan memperkuat posisi tawar di tengah tatanan global yang semakin kompleks.
Baca Juga: Presiden Prabowo Tiba di Malaysia Jelang KTT ke-46 ASEAN
Editor: Redaktur TVRINews
