
Foto : The Guardian
Penulis: Fityan
TVRINews - Sydney.,Australia
Peter Dutton Kehilangan Kursi dan Mengantar Albanese ke Masa Jabatan Kedua
Anthony Albanese kembali memenangkan hati rakyat Australia. Perdana Menteri dari Partai Buruh tersebut sukses mengamankan masa jabatan keduanya dalam pemilu federal yang digelar Sabtu (3/5), dengan kemenangan besar atas kubu oposisi yang dipimpin Peter Dutton.
Kemenangan Albanese bukan sekadar soal suara, tetapi juga tentang arah masa depan Australia. Di tengah gejolak global dan tekanan ekonomi yang belum mereda, rakyat Australia memilih jalur yang berbeda dari politik retoris ala Donald Trump yang justru masih membayangi retorika oposisi.
Peter Dutton, pemimpin koalisi Liberal/Nasional, gagal menyelamatkan citranya dari asosiasi dengan gaya kepemimpinan Trump. Bahkan, ia harus menerima kenyataan pahit: kehilangan kursinya sendiri dalam pemilu kali ini. Kampanyenya yang dinilai lemah, penuh jargon populis, serta meniru kebijakan konservatif ala Trump, dianggap tidak relevan dengan harapan masyarakat Australia saat ini.
Hasil sementara menunjukkan Partai Buruh akan mengamankan lebih dari 76 kursi dari 150 kursi di parlemen, cukup untuk membentuk pemerintahan mayoritas. Jumlah tersebut bahkan diperkirakan akan bertambah seiring proses penghitungan suara yang masih berjalan hingga Minggu (4/ 5) pagi waktu setempat.
Sementara itu, kubu konservatif mengalami kekalahan terbesar sepanjang sejarah pemilu nasional Australia. Dutton dalam pidato singkat selama enam menit mengakui kekalahan dan mengambil tanggung jawab penuh.
Fenomena ini tidak hanya terjadi di Australia. Dalam pemilu Kanada baru-baru ini, partai konservatif juga mengalami kekalahan serupa, dengan pemimpinnya Pierre Poilievre kehilangan kursi yang telah ia duduki sejak 2004—dalam suasana kampanye yang juga dibayangi pengaruh Trump.
Di sisi lain, para kandidat independen dari kelompok “teal” yang sukses di pemilu 2022 hampir seluruhnya berhasil mempertahankan kursi mereka, bahkan berpotensi bertambah. Namun hasil kurang memuaskan justru menimpa Partai Hijau yang diperkirakan kehilangan dua kursi di Brisbane meski perolehan suara nasionalnya tetap di angka 13 persen.
Peter Dutton, mantan perwira polisi yang telah aktif di parlemen sejak 2001 dan menjabat sejumlah posisi penting di kabinet sejak 2013, sempat memimpin dalam jajak pendapat nasional hingga akhir 2023. Namun kebijakan pemerintah AS yang memberlakukan tarif atas ekspor Australia sebuah kebijakan warisan Trump membuat sentimen anti-Trump menguat di kalangan pemilih Australia.
Meskipun Dutton menghindari menyebut nama Trump secara langsung, beberapa koleganya seperti Jacinta Nampijinpa Price tetap menggaungkan slogan "Make Australia Great Again", yang semakin menguatkan asosiasi partainya dengan gaya politik Trump.
Sistem pemilu Australia yang berbasis preferensi serta tingginya jumlah calon independen membuat penghitungan suara berjalan lebih kompleks dan membutuhkan waktu. Namun satu hal sudah jelas: rakyat Australia telah berbicara, dan mereka memilih jalan berbeda bukan ke arah Amerika, melainkan ke arah yang lebih mencerminkan jati diri bangsa mereka sendiri.
Baca Juga: Pemilu Australia: Albanese Cetak Sejarah Baru di Australia
Editor: Redaktur TVRINews
