
Modi dan Presiden Xi telah bertemu (Foto : BBC News)
Penulis: Fityan
TVRINews – Washington
Misi Delhi Menjaga Keseimbangan di Tengah Dunia yang Goyah
Di tengah ketidakpastian geopolitik global, India kembali dihadapkan pada ujian diplomatik terberatnya. Kebijakan luar negeri yang selama satu dekade terakhir menempatkan India sebagai poros penting dalam tatanan multipolar, kini menghadapi tantangan yang tak terduga. Hubungan yang dulu mesra dengan Washington kini merenggang di bawah pemerintahan Donald Trump, sementara pintu perundingan kembali terbuka dengan Beijing, rival lama yang menyimpan luka dari masa lalu.
"Ini adalah saat bagi kita untuk merangkul Amerika, mengelola Tiongkok, membina Eropa, meyakinkan Rusia, mengajak Jepang bermain, menarik tetangga, memperluas lingkungan, dan mengembangkan konstituen dukungan tradisional," tulis Menteri Luar Negeri India Jaishankar, dalam bukunya tahun 2020, The India Way: Strategies for an Uncertain World. Kata-kata itu kini terasa makin relevan.
*Trump Menghardik, Delhi Terjepit*
Hubungan India dengan Amerika Serikat, yang pernah disebut sebagai "mitra strategis", kini mengalami ketegangan. Donald Trump, yang kembali berkuasa, secara terbuka menuding India mendanai "mesin perang" Rusia dengan membeli minyak berdiskon. Hardikan publik ini bukan hanya sekadar retorika, tetapi juga disertai ancaman tarif yang lebih tinggi, mengancam hubungan dagang kedua negara yang selama ini terjalin.
Seorang mantan duta besar India, Jitendra Nath Misra, yang kini menjadi profesor di OP Jindal Global University, mengatakan kepada BBC bahwa sikap India adalah "pilihan terburuk yang harus diambil". Menurutnya, "Menghindari persekutuan adalah pilihan buruk, tetapi bersekutu dengan siapa pun jauh lebih buruk. Pilihan terbaik bagi India adalah pilihan buruk, yaitu menghindari persekutuan."
*Jabat Tangan dengan Naga Asia*
Di sisi lain, Perdana Menteri Narendra Modi berencana bertemu dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping di Beijing, sebuah langkah yang disebut-sebut sebagai "rapprochement pragmatis". Hubungan kedua negara membeku setelah bentrokan mematikan di Galwan pada tahun 2020. Namun, ada sinyal-sinyal mencair dari Tiongkok.
Utusan Tiongkok di Delhi, Xu Feihong, baru-baru ini menyebut AS sebagai "pengganggu" karena memberlakukan tarif tinggi pada barang-barang India. Sementara itu, Menteri Luar Negeri Tiongkok Wang Yi menyerukan kedua negara untuk melihat satu sama lain sebagai "mitra" dan bukan "musuh atau ancaman".
"Apa alternatifnya?" tanya Happymon Jacob, seorang akademisi urusan strategis, dalam unggahan di X. Menurutnya, mengelola Tiongkok akan menjadi "keasyikan strategis inti" India selama beberapa dekade mendatang. Jacob juga menyoroti bahwa perundingan ini adalah bagian dari "permainan" Delhi dan Beijing untuk memberi sinyal kepada Washington bahwa aliansi alternatif adalah mungkin.
Namun, ia mengingatkan bahwa Tiongkok tidak bisa memanfaatkan ketidakbahagiaan India terhadap Trump untuk "tujuan geopolitiknya yang lebih besar" tanpa hubungan yang normal dengan India.
*Minyak Rusia, Jaminan Otonomi*
Saat Washington menekan, India menunjukkan keengganan untuk menyerah. Pembelian minyak mentah berdiskon dari Moskow tetap menjadi inti dari ketahanan energi India. Kunjungan Jaishankar ke Moskow baru-baru ini menegaskan bahwa meskipun ada sanksi Barat dan ketergantungan Rusia yang mendalam pada Tiongkok, India masih melihat nilai dalam menjaga hubungan ini. Bukan hanya sebagai jalur penyelamat energi, tetapi juga sebagai penegasan otonomi kebijakan luar negerinya.
Sumit Ganguly dari Hoover Institution di Universitas Stanford menjelaskan bahwa India berupaya mempertahankan hubungan kerja dengan Tiongkok untuk "mengulur waktu". Sementara itu, Ganguly menambahkan bahwa India juga mempererat hubungannya dengan Rusia karena dua alasan utama: takut akan semakin eratnya hubungan antara Moskow dan Beijing, serta memburuknya hubungan Delhi dengan Washington di bawah Trump.
Sejarah menunjukkan bahwa bahkan keretakan serius tidak menggagalkan hubungan jika kepentingan yang lebih besar dipertaruhkan. "Kita telah menghadapi tantangan terberat hingga tantangan terberat berikutnya," ujar Misra, menunjuk pada sanksi AS setelah uji coba nuklir India pada tahun 1974 dan 1998. Namun kurang dari satu dekade kemudian, kedua negara berhasil menyusun kesepakatan nuklir sipil, menunjukkan kesediaan untuk mengatasi ketidakpercayaan saat logika strategis menuntutnya.
Editor: Redaktur TVRINews
