
Kota Gaza pada hari Minggu, 26 Oktober 2025 [Foto : Jehad Alshrafi/AP]
Penulis: Fityan
TVRINews – Gaza
Wali Kota Gaza: Kota Butuh Setidaknya 250 Alat Berat dan 1.000 Ton Semen; Korban Sipil Terkubur, Tim Prioritas Evakuasi Jenazah Sandera Israel.
Puluhan ribu ton bom Israel yang tidak meledak kini menjadi ancaman mematikan yang tersembunyi di seluruh Jalur Gaza, menambah krisis kemanusiaan di tengah terhambatnya upaya pembersihan puing dan rekonstruksi.
Pembatasan ketat Israel terhadap masuknya alat berat, yang disebut penting untuk pembangunan kembali infrastruktur kritis, dituding melumpuhkan upaya perbaikan di Gaza City.
Wali Kota Gaza City, Yahya al-Sarraj, pada konferensi pers hari Minggu (26/10) menyatakan bahwa kota tersebut membutuhkan setidaknya 250 kendaraan berat dan 1.000 ton semen hanya untuk memelihara jaringan air dan membangun sumur.
"Pembatasan pada alat berat melumpuhkan upaya kami untuk membersihkan puing dan membangun kembali infrastruktur penting," ujarnya. Seperti yang di kutip oleh Al Jazeera.
Laporan dari Gaza menyebutkan, hanya enam truk yang diizinkan masuk ke wilayah tersebut. Kondisi ini sangat ironis mengingat diperkirakan 9.000 warga Palestina masih terkubur di bawah reruntuhan.
Prioritas Bergeser ke Jenazah Sandera
Di tengah kebutuhan mendesak warga Palestina, peralatan baru yang diizinkan masuk ternyata diprioritaskan untuk pemulihan jenazah sandera Israel.
Hal ini dilaporkan oleh kontributor Al Jazeera, Hind Khoudary, dari az-Zawayda. Khoudary mencatat:
"Warga Palestina tahu tidak akan ada perkembangan gencatan senjata sampai semua jenazah sandera Israel dikembalikan."
Juru bicara pemerintah Israel mengonfirmasi bahwa Palang Merah dan tim Mesir telah diizinkan melewati "garis kuning" gencatan senjata yang memberikan Israel kendali atas 58 persen wilayah Gaza—untuk mencari sisa-sisa sandera.
Jurnalis Al Jazeera, Nour Odeh, melaporkan dari Amman bahwa pergeseran kebijakan ini datang tanpa penjelasan dari pihak Israel, setelah dua minggu sebelumnya Israel bersikeras Hamas mengetahui lokasi semua jenazah sandera.
Odeh menambahkan, "Perubahan kebijakan itu datang tanpa penjelasan dari Israel," seraya mencatat bahwa Hamas dan Palang Merah kini juga diizinkan membantu mencari lokasi potensi kuburan di bawah puing-puing.
Ancaman "Pembunuh Senyap" Bom yang Tidak Meledak
Selain ketiadaan alat berat, ancaman bom yang tidak meledak (UXO) telah menciptakan "bencana kesehatan masyarakat yang menunggu untuk terjadi," menurut Dr. Harriet, seorang dokter darurat di Rumah Sakit al-Shifa.
Mahmoud Basal, juru bicara Pertahanan Sipil Palestina, mengungkapkan fakta mengerikan: Israel telah menjatuhkan setidaknya 200.000 ton bahan peledak di Gaza, dengan sekitar 70.000 ton diperkirakan gagal meledak.
Nicholas Torbet, direktur Timur Tengah di HALO Trust, sebuah organisasi penjinak ranjau, menyebut Gaza "pada dasarnya adalah satu kota raksasa" yang setiap bagiannya terkena bahan peledak.
Anak-anak menjadi korban utama, sering kali salah mengira bom sebagai mainan. 
Latifa Shorbasi, ibu dari Yahya (7) dan Nabila, menceritakan momen mengerikan saat sebuah benda yang dikira mainan meledak di tangan anak-anaknya. 
"Tiba-tiba, kami mendengar suara ledakan. Meledak di tangan mereka," ujarnya kepada Al Jazeera. Yahya harus diamputasi lengan kanannya, sementara Nabila masih dalam perawatan intensif.
Luke David Irving, kepala United Nations Mine Action Service (UNMAS), menyatakan bahwa 328 orang telah tewas atau terluka oleh UXO sejak Oktober 2023. Basal memperkirakan, membersihkan semua sisa peledak ini membutuhkan waktu bertahun-tahun dan jutaan dolar.
Netanyahu Tegaskan Kendali Penuh Israel
Di Yerusalem, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menegaskan kembali otoritas politiknya dengan mengatakan bahwa Israel mengontrol pihak asing mana yang boleh beroperasi di Gaza.
"Kami mengontrol keamanan kami sendiri, dan kami telah memperjelas kepada pasukan internasional bahwa Israel akan memutuskan pasukan mana yang tidak dapat kami terima dan begitulah cara kami bertindak dan akan terus bertindak," katanya.
Pernyataan ini, menurut Nour Odeh, dimaksudkan untuk meyakinkan basis sayap kanan di Israel. Odeh menyimpulkan, keengganan Israel memberikan akses penuh untuk rekonstruksi dikombinasikan dengan pembatasan yang terus berlanjut menggarisbawahi strategi yang lebih luas untuk mempertahankan dukungan politik di dalam negeri.
Editor: Redaksi TVRINews
