
3 Pekan Pasca Gempa, Myanmar Masih Bertarung dengan Puing dan Luka
Penulis: Fityan
TVRINews, Mandalay, Myanmar
Tanpa Air Bersih, Tanpa Listrik, dan Masih Banyak Jenazah Tertimbun: Dunia Bertanya, ke Mana Bantuan untuk Myanmar?
Tiga pekan telah berlalu sejak gempa bumi dahsyat mengguncang Myanmar pada 28 Maret lalu, namun hingga kini pemulihan masih jauh dari kata tuntas. Laporan terbaru dari Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA) menunjukkan bahwa wilayah-wilayah terdampak terparah belum mendapatkan kembali layanan dasar seperti air bersih, sanitasi, listrik, maupun perawatan kesehatan yang layak.
Lebih parahnya lagi, guncangan susulan terus terjadi hampir setiap hari, mengguncang kawasan Myanmar tengah dan memperparah ketakutan masyarakat yang sudah trauma. Kondisi ini turut menghambat upaya pencarian korban dan pembersihan puing yang dilakukan oleh tim penyelamat.
“Tiga minggu setelah gempa kembar berkekuatan 7,7 melanda, ribuan warga masih kehilangan tempat tinggal yang aman, akses air bersih, dan pelayanan dasar lainnya,” ungkap OCHA dalam laporannya Jumat malam lalu.
Gempa yang berpusat dekat Mandalay, kota terbesar kedua di Myanmar, merusak enam wilayah dan negara bagian, termasuk ibu kota Naypyitaw. Tak hanya meninggalkan kehancuran fisik, bencana ini memperburuk krisis kemanusiaan yang sudah parah akibat konflik sipil. Menurut data PBB, lebih dari 3 juta warga telah mengungsi dan hampir 20 juta lainnya hidup dalam kondisi sangat membutuhkan bantuan.
Korban Jiwa dan Dampak Infrastruktur
Surat kabar pemerintah Myanma Alinn melaporkan pada Sabtu (20/4) bahwa jumlah korban tewas telah mencapai 3.726 jiwa, dengan 5.105 orang luka-luka dan 129 orang masih hilang. Sebanyak 1.975 tenaga penyelamat dan medis dari 25 negara ikut terlibat dalam upaya penyelamatan, berhasil mengevakuasi 653 orang hidup-hidup dan menemukan 753 jenazah dari reruntuhan.
Kerusakan yang ditimbulkan juga sangat masif:
• 65.096 rumah dan bangunan hancur,
• 2.514 sekolah rusak,
• 4.317 asrama biara,
• 6.027 pagoda dan kuil,
• 350 rumah sakit dan klinik,
• 170 jembatan, serta
• 203 ruas jalan utama nasional ikut terdampak.
Minimnya Sumber Daya, Tim Penolong Mundur
Di lapangan, sebagian besar tim penyelamat internasional telah kembali ke negaranya setelah dinilai menyelesaikan misi pencarian korban hidup. Saat ini, pekerjaan berat diserahkan pada tim lokal yang tetap berjibaku mengevakuasi jenazah dan membersihkan reruntuhan gedung-gedung besar. Salah satu relawan penyelamat dari Mandalay, yang enggan disebutkan namanya karena alasan keamanan, mengungkapkan bahwa kini jumlah jenazah yang ditemukan rata-rata hanya satu hingga dua per hari.
Lembaga Penanggulangan Bencana Myanmar menyatakan bahwa mereka masih terus melakukan pembersihan dan penyaluran bantuan. Beberapa barang berharga seperti perhiasan, uang tunai, dan dokumen penting yang ditemukan di antara reruntuhan telah dikembalikan kepada pemiliknya.
Sementara itu, di Naypyitaw, kegiatan evakuasi sudah nyaris berhenti total. Bangunan-bangunan pemerintah yang rusak masih dibiarkan dalam kondisi seperti pasca-gempa. Warga sipil terpaksa membersihkan reruntuhan sendiri tanpa bantuan berarti.
Tumpukan Puing dan Krisis Jangka Panjang
Program Pembangunan PBB (UNDP) memperkirakan terdapat sekitar 2,5 juta ton puing akibat gempa setara dengan 125.000 truk muatan. Hingga kini, belum ada rencana yang jelas untuk menangani tumpukan ini.
Badan UN-Habitat dan Myanmar Engineering Society juga masih melakukan asesmen kerusakan struktural bangunan di seluruh wilayah terdampak. Hasilnya akan sangat penting dalam menentukan arah pembangunan kembali di masa mendatang.
Menariknya, menurut laporan Myanma Alinn, pemimpin junta militer Jenderal Senior Min Aung Hlaing telah menginstruksikan agar tata kota Naypyitaw didesain ulang pasca gempa. Ini menimbulkan spekulasi bahwa pemerintah tengah merancang proyek baru di tengah krisis yang sedang berlangsung.
Dunia Bertanya, Di Mana Myanmar?
Di tengah situasi mencekam ini, pertanyaan besar muncul dari komunitas internasional: Apakah dunia telah melupakan Myanmar? Dengan krisis kemanusiaan yang terus memburuk, sumber daya yang menipis, dan guncangan susulan yang tak kunjung berhenti, masa depan jutaan warga Myanmar kini semakin tidak pasti.
Editor: Redaktur TVRINews
