
Dubes RI di Uzbekistan: Pengalaman Indonesia Kelola Kemajemukan Layak Dicontoh Negara Lain
Penulis: Intan Kw
TVRINews, Jakarta
Duta Besar Republik Indonesia di Uzbekistan, Siti Ruhaini Dzuhayatin, menyampaikan keistimewaan Indonesia dalam mengelola kemajemukan di Forum Internasional ke-2 Dialogue of Declarations (DoD) di ibu kota Uzbekistan, Tashkent.
Ruhaini mengatakan Indonesia sering digambarkan sebagai bangsa dengan “keberagaman yang mustahil” karena memiliki lebih dari 1.300 kelompok etnis, lebih dari 700 bahasa, beragam agama saling hidup berdampingan di lebih dari 17.000 pulau.
“Menurut logika umum, keberagaman seperti itu seharusnya membuat kita terpecah-pecah. Namun sejarah menunjukkan jalan yang berbeda. Pengalaman Indonesia layak menjadi contoh negara lain,” kata Ruhaini dalam keterangan tertulis yang diterima tvrinews.com, Senin, 15 September 2025.
Baca Juga: Jawa Barat Gelar Uji Publik RUU Keamanan dan Ketahanan Siber
Ruhaini membawakan sesi khusus tentang Indonesia dalam forum yang juga didukung oleh Komite Urusan Agama, Pusat Peradaban Islam di Uzbekistan, Kementerian Luar Negeri Republik Uzbekistan, dan Pemerintah Daerah Samarkand.
Acara itu menghadirkan sekitar 50 tokoh terdiri dari cendekiawan, teolog, pakar, dan para pejabat senior dari 15 negara termasuk Indonesia, Amerika Serikat (AS), Inggris, Tiongkok, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan negara-negara di Asia Tengah, sebagai upaya bersama mempromosikan toleransi dan kerukunan umat beragama.
Dalam sesi khusus bertajuk “Studi Kasus: Dampak Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) di Indonesia”, Ruhaini mengatakan program LKLB atau Cross-Cultural Religious Literacy, yang diinisiasi oleh Institut Leimena telah menjadi model membangun toleransi dan kohesi sosial di tingkat global.
Ruhaini menyebut, jalan Indonesia menuju kebangsaan tidak dilakukan lewat penaklukan militer atau konsensus elit namun komitmen sipil bersama yang disebutnya nasionalisme akar rumput.
Fondasi terkuat dari komitmen sipil tersebut adalah Sumpah Pemuda tahun 1928, serta didukung ideologi bangsa yaitu Pancasila dan konstitusi Undang-undang Dasar 1945.
“Indonesia sangat menghargai konsep Literasi Keagamaan Lintas Budaya. Kami bersyukur bahwa kerangka kerja ini telah memperkaya banyak pendekatan domestik kami,” ujar Ruhaini yang juga menjabat Senior Fellow Institut Leimena.
Ruhaini menjelaskan Indonesia telah mengimplementasikan LKLB melalui komponen masyarakat khususnya guru dan pendidik, pejabat pemerintah, bahkan aparat penegak hukum.
Program LKLB membantu memoderasi perbedaan dan memperkuat kepercayaan, serta bertindak sebagai pengingat bahwa koeksistensi tidak hanya membutuhkan toleransi, tetapi juga pemahaman, empati, dan tanggung jawab bersama.
Di sisi lain, ujarnya, dunia saat ini berubah sangat cepat dengan mobilitas sosial yang pesat dan pengaruh disruptif media sosial. Tantangan seperti intoleransi, politik berbasis identitas, dan misinformasi menjadi isu global termasuk bagi Indonesia. Dinamika tersebut perlu dinavigasi dengan melestarikan nilai-nilai inklusif bangsa sebagaimana yang dijalankan melalui program LKLB.
“Ketahanan Indonesia untuk menjaga kemajemukan telah teruji berbagai krisis karena kohesi sosial di Indonesia tidak diwariskan, melainkan dibangun melalui identitas dan solidaritas bersama dari organisasi masyarakat sipil, komunitas berbasis agama, dan jaringan lokal lainnya,” tutur Ruhaini.
Editor: Redaktur TVRINews