
Foto: BBC News
Penulis: Fityan
TVRINews - Korea Selatan
Dari K-pop hingga hukuman mati perang informasi di Semenanjung Korea memanas, dan rezim Pyongyang kini unggul setelah gelombang represi dan pemotongan dana AS.
Di perbatasan penuh kawat berduri antara Korea Utara dan Selatan, bukan hanya pos militer yang berdiri siaga. Di sela-sela benteng dan menara penjaga, berdiri pengeras suara besar berkamuflase yang memutar lagu K-pop dan pesan subversif dari Selatan. “Saat kami bepergian ke luar negeri, itu memberi kami semangat,” teriak suara wanita ke arah utara, menyindir langsung warga Korea Utara yang tak boleh keluar negeri.
Kedua negara ini memang belum resmi berdamai sejak Perang Korea usai pada 1953. Namun kini, mereka bertempur dalam bentuk yang jauh lebih diam perang informasi.
Korea Selatan selama bertahun-tahun mencoba mengalirkan informasi ke Utara: melalui siaran radio malam hari, USB yang diselundupkan diam-diam, hingga potongan drama Korea dan lagu pop yang menghipnotis anak muda Korea Utara. Namun, Kim Jong Un tidak tinggal diam.
Selama pandemi, ia membangun pagar listrik baru di perbatasan China, memperketat hukum anti-media asing, bahkan menghukum mati pemuda yang ketahuan menyimpan konten Korea Selatan. Dalam satu dekade terakhir, pengaruh budaya pop Korea Selatan di kalangan remaja Korea Utara sangat kuat bahkan cukup kuat untuk mendorong seseorang melarikan diri dari negara tertutup itu.
Seorang pembelot muda, Kang Gyuri, mengaku mulai sadar hidupnya dikontrol negara setelah menonton drama Korea sejak usia 10 tahun. “Kami dulu berpikir hidup seperti itu normal. Tapi melalui film-film itu, kami tahu dunia di luar sangat berbeda,” ujarnya di Seoul kepada BBC News.
kini, arus informasi dari Selatan semakin surut. Setelah Donald Trump kembali ke Gedung Putih, dana untuk proyek penyebaran informasi, termasuk Radio Free Asia dan VOA, dipotong. Sumber-sumber kunci informasi untuk warga Korea Utara pun mendadak sunyi.
Martyn Williams, pakar teknologi Korea Utara dari Stimson Center, memperingatkan: “Semua ini memperkuat posisi Kim. Dia tahu betul, jika kebohongan rejimnya terbongkar ke publik, segalanya bisa runtuh.”
Dengan teknologi penyensoran yang makin canggih, penangkapan makin brutal, dan aliran informasi luar makin dicekik, para aktivis mulai khawatir: apakah ini titik balik di mana Kim Jong Un akhirnya memenangkan perang informasi bawah tanah ini?
Editor : Redaksi TVRINews
Editor: Redaksi TVRINews
