
dok. Kemenp2mi
Penulis: Lidya Thalia.S
TVRINews, Jakarta
Seorang perempuan asal Yogyakarta menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan dipaksa bekerja sebagai penipu online (scammer) di Kamboja. Ia mengaku mendapat siksaan, termasuk disetrum, jika tidak berhasil mencapai target penipuan hingga Rp300 juta per bulan.
Wakil Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Christina Aryani, menanggapi kasus tersebut dengan mengimbau masyarakat untuk lebih waspada terhadap tawaran pekerjaan di luar negeri yang disebarkan lewat media sosial.
“Kami terus mengingatkan agar masyarakat tidak mudah tergiur dengan iklan lowongan kerja luar negeri di media sosial. Banyak di antaranya merupakan rekrutmen ilegal yang tidak bertanggung jawab,” kata Christina dalam keterangan yang dikutip, Minggu, 20 Juli 2025.
Ia menambahkan, untuk memastikan keabsahan suatu lowongan, masyarakat bisa mengecek melalui hotline WhatsApp, email resmi, atau akun media sosial kantor KemenP2MI dan jaringannya di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
Christina menilai, praktik rekrutmen kerja ilegal yang berujung TPPO terus berulang. Ia mendorong keluarga korban untuk segera melapor ke pihak kepolisian jika menemukan indikasi perdagangan orang, agar bisa ditindak sesuai Undang-Undang TPPO. Kementerian P2MI, lanjutnya, siap memfasilitasi pelaporan dan mendampingi proses hukum.
Untuk para WNI yang mengalami nasib serupa di luar negeri, Christina menyarankan agar segera menghubungi Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di negara yang bersangkutan. Dalam kasus ini, KemenP2MI tengah berkoordinasi erat dengan KBRI Phnom Penh, Kamboja.
“Penanganan WNI di luar negeri merupakan kewenangan Kementerian Luar Negeri, sedangkan kami akan menangani proses pemulangannya, mulai dari penjemputan di bandara hingga pengantaran ke rumah,” jelasnya.
Kasus ini bermula ketika seorang wanita bernama Puspa ditawari pekerjaan di sebuah restoran di Thailand dengan gaji USD 900 per bulan. Tawaran tersebut ia dapatkan melalui media sosial dan kemudian berlanjut ke percakapan pribadi via WhatsApp.
Namun, alih-alih diberangkatkan ke Thailand, Puspa justru dikirim ke Ho Chi Minh, Vietnam, lalu dibawa ke Kamboja tanpa sepengetahuannya. Di sana, ia disekap di sebuah gedung apartemen dan dipaksa bekerja sebagai scammer bersama puluhan orang lainnya.
Puspa mengungkapkan, para pekerja di tempat tersebut mayoritas warga Indonesia dipaksa menipu sesama WNI secara online. Bos mereka, yang berkebangsaan China, kerap mengancam dan menghukum pekerja yang tidak mencapai target.
“Kalau tidak berhasil menipu, kami bisa didenda, digaji separuh, bahkan tidak digaji sama sekali. Yang paling parah, kami bisa disetrum, dipukuli, bahkan teman saya pernah diancam dilempar dari lantai tiga,” tutur Puspa.
Ia juga menyebutkan bahwa di ruang pimpinan selalu tersedia alat setrum, tongkat, hingga pistol untuk mengintimidasi para pekerja.
Kisah Puspa menjadi peringatan serius bagi masyarakat Indonesia untuk tidak mudah percaya pada lowongan kerja luar negeri yang beredar sembarangan, serta pentingnya mengecek legalitas penyalur kerja sebelum memutuskan berangkat.
Baca Juga: Inggris Digugat! Gagal Selamatkan Anak-anak Gaza yang Sekarat
Editor: Redaksi TVRINews