
Ribuan Tentara Korut Dikerahkan ke Rusia: Misi Rahasia Pasukan Kim Jong Un di Garis Depan
Penulis: Fityan
TVRINews – SEOUL, Korea Selatan
Korut Kirim 'Tentara Pembangun' dan Penjinak Ranjau ke Kursk, Sekutu Barat Khawatir Eskalasi Perang dan Transfer Teknologi Militer Berbahaya.
Kerjasama militer antara Korea Utara dan Rusia semakin mendalam dan memicu kekhawatiran global. Sebuah laporan mengejutkan dari pejabat tinggi Rusia pada Selasa (17/6/2025) mengungkapkan bahwa Pyongyang akan mengirim ribuan pekerja konstruksi militer dan penjinak ranjau untuk mendukung upaya rekonstruksi di wilayah Kursk, Rusia. Langkah ini menandai babak baru dalam kolaborasi dua negara yang kian erat di tengah konflik Ukraina.
Sekretaris Dewan Keamanan Rusia, Sergei Shoigu, setelah kunjungan satu hari ke Pyongyang, mengklaim bahwa Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, telah memutuskan untuk mengirim 1.000 sapper (pasukan penjinak ranjau) dan 5.000 pekerja konstruksi militer. Mereka akan bertugas membersihkan ranjau dan memulihkan infrastruktur di wilayah Kursk yang terdampak perang, demikian laporan kantor berita pemerintah Rusia, Tass dan RIA Novosti.
"Setelah pengusiran penjajah dari tanah Rusia, kami setuju untuk melanjutkan kerja sama konstruktif, dengan pihak Korea memberikan bantuan dalam pemulihan wilayah Kursk," kata Shoigu, seperti dikutip RIA Novosti. Ia menambahkan bahwa ini adalah "semacam bantuan persaudaraan yang dikirim oleh rakyat Korea dan pemimpin mereka, Kim Jong Un, ke negara kami."
Dukungan Penuh Kim Jong Un untuk Agresi Rusia :
Sebelumnya, Korea Utara telah mengirim ribuan pasukan tempur dan sejumlah besar senjata konvensional untuk mendukung perang Rusia melawan Ukraina. Pada April lalu, Pyongyang dan Moskow bahkan mengklaim tentara mereka bertempur bersama untuk memukul mundur serangan Ukraina di wilayah perbatasan Kursk. Namun, Ukraina bersikeras pasukannya masih hadir di sana.
Meskipun media pemerintah Korea Utara, Korean Central News Agency (KCNA), pada Rabu (18/6/2025) mengonfirmasi isi kerja sama dengan Rusia terkait situasi Kursk, mereka tidak secara eksplisit menyebut pengiriman pekerja konstruksi dan penjinak ranjau militer. KCNA hanya mengutip Kim Jong Un yang menyatakan tekadnya untuk "secara tak berubah dan tanpa syarat mendukung" upaya Rusia dalam mempertahankan kedaulatan dan integritas wilayahnya. Ini bukan kali pertama Kim menyatakan dukungan serupa untuk perang Rusia di Ukraina.
Kekhawatiran Global Meningkat :
Peningkatan hubungan antara Korea Utara dan Rusia telah menimbulkan kekhawatiran serius di kalangan Amerika Serikat, Korea Selatan, dan mitra mereka. Ada kekhawatiran bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin dapat membalas budi dengan menyediakan teknologi canggih yang sangat dibutuhkan Kim Jong Un untuk memajukan program nuklir dan rudalnya. Kedua negara, yang sama-sama berhadapan dengan AS dan sekutunya, semakin erat dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2024, Kim dan Putin menandatangani perjanjian pertahanan penting yang mengharuskan masing-masing pihak memberikan bantuan jika salah satu diserang.
Menurut penilaian Korea Selatan, AS, dan Ukraina, sekitar 15.000 tentara Korea Utara telah dikerahkan ke Rusia. Badan intelijen Korea Selatan pada April lalu bahkan menyatakan sekitar 600 tentara Korea Utara tewas di medan perang Rusia-Ukraina.
Reaksi dari Sekutu Barat :
Kementerian Luar Negeri Korea Selatan pada Kamis (19/6/2025) menyatakan "kekhawatiran serius" atas apa yang mereka sebut sebagai kerja sama ilegal yang sedang berlangsung antara Korea Utara dan Rusia. Departemen Luar Negeri AS juga menyampaikan kepada kantor berita Korea Selatan Yonhap bahwa penggunaan pekerja dan tentara Korea Utara oleh Rusia "sangat memprihatinkan," seraya menyatakan Pyongyang kini "bergantung pada Rusia untuk menyediakan dana yang sangat dibutuhkan sebagai imbalan atas skema buruh dan tentara bayaran." Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba juga menyuarakan keprihatinan mendalam, mengatakan bahwa kerja sama yang semakin maju antara Rusia dan Korea Utara mengancam keamanan global.
Pada Rabu (18/6/2025), Korea Selatan, AS, dan Jepang melakukan latihan udara trilateral di lepas pantai selatan pulau Jeju, Korea Selatan, sebagai bagian dari upaya mereka untuk meningkatkan kerja sama keamanan dalam menghadapi ancaman nuklir Korea Utara yang terus berkembang.
Pakar keamanan juga khawatir perjanjian pertahanan Korea Utara-Rusia tahun 2024 akan menyebabkan Rusia campur tangan dalam potensi konflik di Semenanjung Korea. Selain itu, militer Korea Utara diperkirakan akan memperoleh pengalaman tempur berharga dari perang Rusia-Ukraina.
Kerja sama militer Korea Utara-Rusia ini dinilai melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB, yang melarang transfer senjata apa pun yang melibatkan Korea Utara dan mengharuskan negara anggota untuk tidak mengeluarkan izin kerja kepada warga Korea Utara. Layanan Intelijen Nasional Korea Selatan (NIS) dalam pengarahan tertutup kepada anggota parlemen pada 30 April lalu mengatakan bahwa Rusia telah memberikan rudal pertahanan udara, peralatan perang elektronik, drone, dan teknologi untuk peluncuran satelit mata-mata kepada Korea Utara. NIS juga mengungkapkan 15.000 pekerja Korea Utara telah dikirim ke Rusia di bawah program kerja sama industri bilateral.
Baca Juga: Bahas Perdamaian Timur Tengah, Indonesia Tawarkan Diri Jadi Juru Damai
Editor: Redaktur TVRINews
